bohong

Siapa yang mengatakan bahwa ia mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, maka sungguh dusta, lalu dibacakan ayat : Wama tadri nafsun madza taksibu ghada (Dan tiada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari).

Sebagai pemimpin ..

07.58 by Edy santoso 0 komentar
facebookMa’qil bin Yasar r.a. ketika sakit dijenguk oleh Gubernur Ubaidillah bin Ziyad, maka Ma’qil berkata:  Aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah saw., beliau bersabda:  Siapa yang diamanati oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, maka ia tidak akan dapat merasakan bau surga.  (Bukhari, Muslim).  

tentang aku: Tata cara memilih hewan & memotong hewan Qurban

tentang aku: Tata cara memilih hewan & memotong hewan Qurban

Tata cara memilih hewan & memotong hewan Qurban

08.19 by Edy santoso 0 komentar
Allah swt berfirman: “Ketika anaknya mencapai usia yang sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi menyembelihmu. Maka pikirkan bagaimana menurut pendapatmu. Ia menjawab: Wahai ayahku, laksanakan apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan dapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”(Ash-Shaffat:102). Dari sinilah kita diperintahkan oleh Allah swt untuk memotong hewan korban. Dari sini pula Islam membuka pintu rizki dan ibadah berkorban untuk mensejahterakan saudara-saudara kita, khususnya fuqara dan masakin. Dan dari perintah ini juga sebagian kaum muslimin memperoleh rizki yang halal dari saudara-saudaranya yang seiman.
Binatang korban hendaknya onta yang gemuk, kalau tidak mampu sapi; jika tidak mampu, kambing kibas yang berwarna hitam dan bertanduk.Membeli binatang korban hendaknya pada hari Arafah.Yang menyembelih binatang korban hendaknya dalam posisi berdiri dan berada di samping kanan.Memilih binatang korban yang gemuk.Yang utama memotong binatang korban adalah memotongnya sendiri. Jika tidak bisa, menyerahkan pisau pemotong dengan tangan sendiri kepada orang yang akan menyembelihnya.
Ketika menyembelih binatang korban hendaknya membaca doa berikut:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، اِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَالِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَاللهُ اَكْبَرُ. اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَ مِنْ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِكَ وَمُوْسَى كَلِيْمِكَ وَمُحَمَّدٍ حَبِيْبِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَعَلَيْهِمْ
Bismillâhir Rahmânir Rahîm. Innî wajjahtu wajhiya lilladzî fatharas samâwâti wal ardha hanîfam muslimaw wa mâ ana minal musyrikîn. Inna shalâtî wa nusukî wa mahyâya wa mamâtî lillâhi rabbil ‘âlamîn. Lâ syarîka lahu wa bidzâlika umirtu wa ana minal muslimîn. Allâhumma minka wa laka bismillâhi wa billâhi wallâhu akbar. Allâhumma taqabbal minnâ kamâ taqabbalta min Ibrâhîma khalîlika wa Mûsâ kalîmika wa Muhammadin habîbika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi wa ‘alayhim.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang Kuhadapkan wajahku kepada Pencipta langit dan bumi, aku cenderung kepada agama yang benar, aku seorang muslim bukan tergolong kepada orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan alam semesta. Tiada sekutu bagi-Nya, dan untuk itu aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Nya. Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu, dengan nama Allah, dengan Allah, dan Allah Maha Besar. Ya Allah, terimalah (korban) dariku sebagamana Kau menerimanya dari Ibrahim pilihan-Mu, Musa yang Kau ajak bicara, dan Muhammad kekasih-Mu (semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat kepadanya dan keluarganya dan kepada mereka). (Kitab Nubdzah min Asraril Hajj)
Meski terkesan tidak terlalu berbahaya, hewan kurban dalam kondisi stress justru rentan tertular penyakit berbahaya misalnya, Antrax, Orf, maupun Pink Eyes. Karena itu, warga muslim hendaknya jangan memilih hewan kurban yang stress untuk merayakan hari raya Idul Adha awal Desember mendatang.
Hewan kurban yang stress biasaya dapat dilihat dengan ciri-ciri, mata kelihatan dan belekkan, nafsu makan kurang, dan biasaya kalau yang sudah terinfeksi penyakit akan mengeluarkan ingus dari hidung.
Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, hewan dengan kondisi stress harus segera ditangani. Jika tidak, hewan akan mudah terkena penyakit lain yang jauh lebih berbahaya. Biasanya hewan korban yang stress dan sudah terinfeksi penyakit, paling mudah dilihat dari hidungnya, mengeluarkan lendir atau tidak? Kalau keluar lendir semacam ingus dari hidungnya sebaiknya jangan dikonsumsi.
Hewan yang didatangkan dari luar Jakarta, kebanyakan mengalami stress karena perjalanan. Biasanya hewan letih karena, kepanasan, berdesak-desakan saat pengangkutan. Selain itu, stress juga bisa disebabkan oleh buruknya kondisi tempat penampungan hewan.
Ada dua tips dalam memilih hewan korban yang baik, pertama coba berikan rumput pada hewan tersebut. Hewan yang sehat akan memakan rumput yang diberikan, sementara yang sakit biasanya menolak. Kedua lihat bagian diantara hidung dan mulut hewan. Pada hewan yang sehat bagian tersebut akan basah. Jika bagian tersebut basah artinya suhu tubuh hewan normal, tetapi jika kering suhu tubuhnya tinggi dan terindikasi penyakit.
Jenis penyakit yang paling sering ditemukan pada hewan kurban, khususnya kambing adalah scabies atau budug yang disebabkan oleh kutu yang hidup di balik kulit. Hewan yang berpenyakit scabies sebaiknya jangan dikonsumsi. Sementara penyakit yang paling umum ditemukan adalah stress pada hewan.
Sejauh ini pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah adalah pemeriksaan terhadap dokumen hewan kurban yang akan memasuki Jakarta. Setiap hewan yang masuk harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan dari daerah asal masing-masing. Keberadaan dokumen tersebut dianggap sangat penting untuk mengetahui riwayat kesehatan hewan kurban untuk menjamin aman atau tidaknya daging hewan tersebut dikonsumsi.
Apa sebenarnya Antraks? Ini adalah nama penyakit yang diakibatkan spora Bacillus antrachis. Penyakit ini menyerang hewan memamah biak seperti sapi, kambing, kerbau, dan burung unta. Manusia pun sasaran empuk penyakit ini.
Bukan cuma dampaknya yang berbahaya, penyakit ini mengerikan karena terkadang hadir tanpa gejala sama sekali. Namun demikian, ternak yang terinfeksi antraks biasanya keluar darah berwarna hitam pekat dari kumlah (mulut, hidung, telinga, dan alat kelamin).
Kadang-kadang tubuh hewan ternak tersebut berputar-putar dan kemudian tersungkur. Napasnya sesak, suhu tubuhnya tinggi. Nah, jangan memakan hewan yang terkena serangan penyakit ini. Untuk memastikan ia terkena antraks, perlu penelitian laboratorium.
Agar masyarakat berhati-hati terhadap hewan yang limpanya berwarna kebiru-biruan. Hewan yang disembelih dan limpanya berwarna seperti itu harus segera diperiksa ke laboratorium. Hewan yang terkena antraks, biasanya dari dagingnya terus mengalir darah.
Vaksinasi tak menjamin sebuah daerah bebas antraks. Persoalannya, vaksinasi tidak diberikan kepada ternak yang sedang bunting. Antraks juga diduga menyebar lewat ternak bunting.
Namun demikian, antraks bisa disembuhkan dengan suntikan antibiotik. Langkah cepat penanganan antraks pada kasus di Purwakarta, tiga tahun lalu, menunjukkan penyakit ini bisa ditangani secara efektif asal penderita segera berobat.
Penyakit ini sudah dikenal sejak sekitar tahun 1500 SM di Mesir kuno. Lalu, penyakit ini dikabarkan menyerang Eropa pada abad kesebelas dan dikenal sebagai Black Bane.
Pada 1850, Casimir Davaine dari Prancis menemukan biang keladinya. Namun demikian, baru pada 1876 Robert Koch, dokter dari Jerman, mengukuhkan kuman itu sebagai biang keladi resmi. Ia mengisolasi kuman itu dan membiakkannya dalam agar, lalu memotretnya melalui mikroskop.
Bentuknya seperti sepotong lidi yang kecil sekali, hanya selebar 1 mikron (seperseribu milimeter) dan sepanjang 5 mikron. Kalau dirangkai membentuk benang panjang, ia tampak seperti batang tebu yang berbuku-buku. Empat Tipe Serangan Antraks
Serangan antraks pada manusia dibedakan atas organ yang terkena serangan. Terdapat empat tipe:

Cutaneous antraks yang menyerang kulit. Tipe ini paling banyak terjadi, mencapai 90 persen kasus serangan antraks. Spora antraks menyusup akibat adanya luka pada permukaan kulit. Gejala awal antraks tipe ini adalah gatal atau sakit pada kulit di bagian lengan, tangan, muka, atau leher. Dalam 2-3 hari, bagian yang gatal tersebut akan membentuk semacam bisul berisi cairan kemerahan, lalu tertutupi kerak berwarna hitam sebesar 1-5 cm. Jika tidak diobati, kondisi si sakit akan memburuk karena bakteri akan menyerang kelenjar limpa. Sehingga risiko kemungkinan korban meninggal mencapai 5-20 persen.

Gastrointestinal antraks, ini menyerang saluran pencernaan. Penyebabnya berupa daging tercemar spora antraks yang dikonsumsi korban. Tetapi, penyebaran bisa juga melalui tangan korban, misalnya dari tanaman, air, atau tanah. Penderita akan merasakan sakit perut luar biasa, nafsu makan menurun, mual, dan muntah. Jika tidak diobati, maka dalam waktu 2 x 24 jam korban akan meninggal. Risiko kematian 25-75%.
Pulmonary anthraks, tipe ini menyerang saluran pernapasan, terutama paru-paru. Tipe ini muncul bisa karena perluasan antraks kulit atau karena korban menghirup udara yang mengandung spora antraks. Gejala antraks tipe ini tidak begitu terlihat. Mulanya hanya lemah dan lesu disertai batuk-batuk seperti gejala bronkitis. Namun, gejala bisa tiba-tiba berubah menjadi demam tinggi, shock, dan kesulitan bernapas. Korban bisa meninggal hanya dalam waktu 1 x 24 jam.
Meningitis anthraks, tipe ini menyerang otak sehingga terjadi peradangan. Tipe ini bisa merupakan lanjutan antraks kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernapasan. Gejala yang muncul biasanya demam, nyeri kepala yang hebat, kejang, kesadaran menurun, dan koma.

Pengertian Qurban

07.09 by Edy santoso 0 komentar
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi'il madhi) - yaqrabu (fi'il mudhari') - qurban wa qurbaanan (mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 - 10.00 (Ash Shan'ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).

Hukum Qurban

Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi'i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata, "Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji." (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin -seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza'i, dan sebagian pengikut Imam Malik- mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran "mampu" berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) -yaitu sandang, pangan, dan papan-- dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994)
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
  • "Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah." (TQS Al Kautsar : 2)
  • "Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah." (HR. At Tirmidzi)
  • "Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian." (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi "wanhar" (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi'li). Sedang hadits At Tirmidzi, "umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum" (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni "kutiba ‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum" (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi'li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa'i et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
"Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi "fa laa yaqrabanna musholaanaa" (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang -yang tak berqurban padahal mampu-- untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii') seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
"Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata, "Ini milik Allah," atau "Ini binatang qurban." (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).

Keutamaan Qurban

Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
"Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban." (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat, "Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama." (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban. Sabda Nabi SAW :
"Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. ." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)

Waktu dan Tempat Qurban

a. Waktu

Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
"Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam." (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
"Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi'i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.

b. Tempat

Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).

Hewan Qurban

a. Jenis Hewan

Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
"...supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an'am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an'aam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau (jamus), sebab disamakan dengan sapi.

b. Jenis Kelamin

Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)

c. Umur

Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).

d. Kondisi

Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifa'i et.al, 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
  1. yang nyata-nyata buta sebelah,
  2. yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
  3. yang nyata-nyata pincang jalannya,
  4. yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
  5. yang tidak ada sebagian tanduknya,
  6. yang tidak ada sebagian kupingnya,
  7. yang terpotong hidungnya,
  8. yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
  9. yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri (al maujuu'ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)

Qurban Sendiri dan Patungan

Seekor kambing berlaku untuk satu orang. Tak ada qurban patungan (berserikat) untuk satu ekor kambing. Sedangkan seekor unta atau sapi, boleh patungan untuk tujuh orang (HR. Muslim). Lebih utama, satu orang berqurban satu ekor unta atau sapi.
Jika murid-murid sebuah sekolah, atau para anggota sebuah jamaah pengajian iuran uang lalu dibelikan kambing, dapatkah dianggap telah berqurban? Menurut pemahaman kami, belum dapat dikategorikan qurban, tapi hanya latihan qurban. Sembelihannya sah, jika memenuhi syarat-syarat penyembelihan, namun tidak mendapat pahala qurban. Wallahu a'lam. Lebih baik, pihak sekolah atau pimpinan pengajian mencari siapa yang kaya dan mampu berqurban, lalu dari merekalah hewan qurban berasal, bukan berasal dari iuran semua murid tanpa memandang kaya dan miskin. Islam sangat adil, sebab orang yang tidak mampu memang tidak dipaksa untuk berqurban.
Perlu ditambahkan, bahwa dalam satu keluarga (rumah), bagaimana pun besarnya keluarga itu, dianjurkan ada seorang yang berkurban dengan seekor kambing. Itu sudah memadai dan syiar Islam telah ditegakkan, meskipun yang mendapat pahala hanya satu orang, yaitu yang berkurban itu sendiri. Hadits Nabi SAW :
"Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih qurban." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)

Teknis Penyembelihan

Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
  1. Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa "Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii'ul ‘aliim." (Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
  2. Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
  3. Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : "Bismillaahi Allaahu akbar." (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat turut memeriahkan dengan gema takbir "Allahu akbar!")
  4. Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah) yaitu : "Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ..." (sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari....) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984; Rifa'i et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan, yaitu :
  1. Adz Dzaabih (penyembelih), yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi'i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
  2. Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih. Telah diterangkan sebelumnya.
  3. Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
  4. Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus, 1936)

Pemanfaatan Daging Qurban

Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi SAW bersabda :
"Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah." (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa'i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
"...(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu daripadanya (hewan qurban)." (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :
"Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya.. ." (HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza'i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,"Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?" (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab -menurut pemahaman kami-- larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.

Penutup

Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi ta'ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya." (TQS Al Hajj : 37)

Pelajaran Penting Seputar Aqiqah

06.59 by Edy santoso 0 komentar
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad dan seharusnya tidak ditinggalkan oleh orang yang mampu melakukannya.
Aqiqah bagi anak laki-laki afdholnya dengan dua ekor kambing, namun dengan seekor kambing juga dibolehkan. Sedangkan aqiqah bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.
Waktu utama aqiqah adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21 kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh. Pendapat ini adalah pendapat ulama Hambali, namun dinilai lemah oleh ulama Malikiyah. Jadi, jika aqiqah dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi sebenarnya diperbolehkan. Karena yg penting adalah aqiqahnya dilaksanakan. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
Aqiqah asalnya menjadi beban ayah selaku pemberi nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)
Imam Asy Syafi’i mensyaratkan bahwa yang dianjurkan aqiqah adalah orang yang mampu. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)
Apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan tidak mampu, maka aqiqah menjadi gugur, walaupun nanti beberapa waktu kemudian orang tua menjadi kaya. Sebaliknya apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan kaya, maka orang tua tetap dianjurkan mengaqiqahi anaknya meskipun anaknya sudah dewasa.
Imam Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur. Akan tetapi ketika itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
Perhitungan hari ke-7 kelahiran, hari pertamanya dihitung mulai dari hari kelahiran. Misalnya si bayi lahir pada hari Senin, maka hari ke-7 kelahiran adalah hari Ahad. Berarti hari Ahad adalah hari pelaksanaan aqiqah. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh, kaset 161, no. 24]
Pendapat yang menyatakan, “Jika seseorang anak tidak diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti”, ini adalah pendapat yang lemah sebagaimana dilemahkan oleh Ibnul Qayyim. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh,

hukum Aqiqah

06.51 by Edy santoso 0 komentar

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman
.
Mengenai permasalahan ini, kita bisa mengambil pelajaran dari dua fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berikut dalam Liqo-at Al Bab Al Maftuh. Semoga bermanfaat.
[Pertama]
Soal:
Ada seorang ayah yang memiliki sepuluh anak perempuan dan mereka semua belum diaqiqohi, namun sekarang mereka sudah berkeluarga. Apa yang mesti dilakukan oleh anak-anaknya? Apa sebenarnya hukum aqiqah?Apakah betul apabila seorang anak tidak diaqiqohi, maka ia tidak akan memberi syafaat pada orang tuanya?
Jawab:
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan.[1] Anjuran aqiqah ini menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak, pen). Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Bertakwalah kepada Allah semampu kalian(QS. At Taghobun: 16). Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.
[Liqo-at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin,